Selasa, 26 Agustus 2014

Shadow of His Hand


Saya suka sekali dengan kisah Anita Dittman, seorang Arya (German) - Yahudi, yang mengalami kesukaran hidup pada masa pemerintahan Hitler di Jerman. Ayahnya memilih meninggalkan isteri dan anak-anaknya karena merasa telah membuat keputusan bodoh, menikahi seorang Yahudi. Anita diperlakukan bukan seperti anak kandung sendiri, memilih untuk ikut dengan ibunya, sementara kakaknya, Hella, memilih ikut ayahnya. 

Anita mahir sekali menari balet dan ingin menjadi seorang penari profesional. Saat itu, Hitler menyebarkan kebencian terhadap ras Yahudi, menyebut mereka Judenfratz. Di segala tempat, Anita harus menerima perlakukan buruk orang-orang Jerman yang pro-Nazi tanpa perlawanan apapun. Bahkan ia harus membiasakan diri membaca tanda-tanda, berjalan dengan kepala tertunduk, tidak melakukan kontak mata, berjalan di tempat-tempat berbayang agar tidak dilihat orang lain.
  
Anita berjumpa dengan Kristus saat ia mengunjungi gereja St. Barbara yang dipimpin oleh Pastor Hornig. Pertolongan dan pengorbanan pastor ini memberikan kesaksian nyata tentang kehidupan Kristus bagi Anita dan ibunya. Sejak saat itu, Anita selalu percaya akan perlindungan Tuhan, di bawah Bayang dari tangan-Nya. Ibu dan 3 bibi Anita juga menjadi Kristen yang kuat yang punya cara jitu menghilangkan kemarahan akibat ketidakadilan yang mereka terima dengan kalimat Ini bisa jadi lebih buruk lagi. Jadi, bersyukurlah!

Biarpun iman Anita dan ibunya serta ketiga Tante-nya teguh, penganiayaan tidak menjauh dari mereka. Mereka diharuskan bekerja tanpa bayaran, hanya untuk mendapatkan makanan yang semakin sedikit porsinya. Tiap kali mereka pulang dan mendapati ada surat dari Gestapo, salah satu dari mereka harus ikut dengan tentara SS yang akan menjemput. Anita berpikir, jika mereka semua harus dibunuh, mengapa tidak sekaligus saja mereka dijemput? Cara menjemput satu per satu menjadi cara paling kejam untuk menyiksa keluarga-keluarga Yahudi maupun yang campuran Yahudi. 

Saat paling menyakitkan adalah saat surat Gestapo menyatakan bahwa giliran Hilde Dittman yang dijemput. Hilde meyakinkan Anita bahwa mereka akan bertemu lagi, bahwa Tuhanlah yang membuat semua itu mungkin. Saat itu Pengadilan Nuremberg sudah menerbitkan keputusan agar mereka yang keturunan Jerman, tidak akan disita barang-barangnya. Kenyataannya, putusan itu tidak berlaku di lapangan. 

Dalam kebingungan, Anita tidak kembali ke tempat dia tinggal selama ini melainkan pergi menemui Pastor Hornig. Ia diminta untuk menghubungi ayahnya untuk meminta pertolongan. Anita ragu kalau ayahnya mau menerima panggilan teleponnya. Ternyata, sang ayah senang sekali Anita meminta bantuan darinya. Anita belajar untuk mengampuni ayahnya, tidak mempertahankan gengsi atau kemarahan masa kecilnya. 

Sejak kepergian ibunya, Anita selalu mencari cara untuk mengirimkan roti. Terkadang dia tidak makan, agar ibunya punya makanan lebih banyak. Tindakan itu membuat dirinya kehilangan rambut dan tubuhnya semakin kurus, hanya dia tidak merasa lemah. Itulah pertolongan Tuhan yang lain yang ia rasakan. 

Anita dan beberapa teman Yahudi-Kristen lainnya dijemput oleh Gestapo suatu hari. Para pria diarahkan ke gudang kosong yang tidak jauh dari tempat pemerahan susu, tempat para perempuan dikumpulkan. Mereka diharuskan menggali parit dan menebang pohon untuk pertahanan NAZI terhadap serangan sekutu dan Rusia. Pekerjaan yang berat itu menyebabkan kaki kanan Anita rusak karena keracunan darah. 

Anita dan teman-temannya berencana melarikan diri begitu tahu bahwa Rusia sudah mengalahkan Jerman dan menduduki kota-kota. Beberapa teman laki-laki Anita sudah lebih dahulu meninggalkan dirinya, Anita ditemani oleh Hella, teman yang punya nama mirip dengan kakak Anita. Hella inilah yang kemudian membawa Anita ke rumah sakit, mengobati kakinya. 

Setelah mengalami operasi berkali-kali, juga kejahatan salah satu suster super-Nazi yang berusaha membunuh dirinya, Anita semakin diteguhkan akan perlindungan di bawah bayang tangan-Nya. Bagaimana kelanjutan kisah ini? Apakah Anita bertemu kembali dengan ibunya? Silakan baca sendiri kisahnya dan jangan lupa mengikuti kisah lainnya dalam seri Daughters of Faith. 





The Divine Dance

Buku ini ditujukan untuk para remaja putri dan wanita yang merasakan tekanan yang sama yang dirasakan (dan masih saja dirasakan) oleh si penulis, Shannon Kubiak Primicerio, untuk memberikan pertunjukan di hadapan orang lain. Sepertinya, kita semua memiliki para penggemar dan para pengritik yang memenuhi auditorium dari hidup kita. Kita semua memiliki ruang yang diisi penuh dengan pakaian yang indah dan topeng yang berkilauan yang menjadi tempat persembunyian kita.  Setiap pribadi ingin menjadi seseorang yang istimewa. Namun sayangnya, tidak seorang pun yang merasa seperti itu.

 Namun, tetap saja pertunjukan itu dimulai. Selangkah demi selangkah kita mulai menari sepanjang hidup kita, berharap seseorang akan memperhatikan kerja keras yang kita lakukan dan menghargainya. Kita ingin seseorang memberikan tepukan tangan, menyoraki pertunjukan kita. Kita ingin seseorang memberikan tepukan sambil berdiri dan melemparkan bunga mawar ke kaki kita. Kita ingin menjadi puteri. Dan lebih lagi, kita ingin dicintai.  Sehingga kita terus menari sampai kita kelelahan dan tidak ada lagi yang tersisa.

Shannon berhasil menangkap esensi dari segala sesuatu yang sudah lama dicari-cari para remaja, sebagaimana tanggapan seorang pembaca bernama Robin Jones Gunn. Semuanya ada di dalam buku ini: harapan, kebenaran, koreksi dengan cara yang lemah lembut, dan sorotan yang cerdas ke arah Tuhan, sang Kekasih yang pantang menyerah, yang sudah lama menunggu untuk menari bersama kita.

Buku ini mudah dibaca, menghibur karena ditulis dengan penuh gairah oleh seorang yang lulus dari Universitas Biola, mendapatkan gelar sarjana muda di bidang Jurnalisme dan Studi Alkitab. Shannon juga sering diundang menjadi pembicara pada acara-acara muda-mudi di seluruh negeri. 

The One and The Only Ivan

The One and Only Ivan berkisah tentang suka duka yang dihadapi hewan-hewan sirkus milik Mack. Setiap hewan memiliki karakter dan penampilan yang unik dalam menilai kehidupan mereka di dalam kelompok maupun para manusia yang datang untuk melihat mereka. Buku ini memberikan sudut pandang yang baru tentang kehidupan hewan-hewan yang dikurung dan perlakuan manusia terhadap mereka yang bisa menjadi renungan menarik.

Ivan adalah seekor gorilla yang mudah berkawan. Hidup di Exit & Big Top Mall and Video Arcade membuatnya terbiasa dengan tatapan manusia yang melihatnya dari pembatas-pembatas kaca tempat ia tinggal. Jarang sekali ia merindukan kehidupan di hutan belantara. Sebaliknya, ia mengisi waktu dalam ketenangan dan banyak berpikir tentang seni.

Lalu Ivan bertemu dengan Ruby, seekor bayi gajah yang dipisahkan dari keluarganya, dan ia membuat Ivan melihat tempat tinggalnya – dan kemampuan seninya – menggunakan mata yang baru. Saat Ruby datang, perubahan datang besertanya, dan Ivan-lah yang membuat perubahan itu menjadi kebaikan.


Katherine Applegate mencampur humor dan ketajaman berpikir untuk menciptakan narasi yang tidak terlupakan dengan Ivan sebagai karakter pertama  dalam kisah tentang persahabatan, seni, dan harapan. Katherine terinspirasi untuk menulis buku ini setelah membaca kisah sejati dari seekor gorilla yang juga bernama Ivan, si Gorilla Mall. Ivan yang sesungguhnya hidup di kurungan yang keicl selama 27 tahun sebelum akhirnya dipindahkan ke Kebun Binatang Atlanta. 

A Girl Who Leads

Kamu harus berdiri teguh di atas sesuatu, di tengah-tengah dunia yang menyerah terhadap segala sesuatu.

Kepemimpinan bukanlah sebuah posisi dimana kamu bisa masuk dan keluar, dan tidak ada hubungannya dengan umur. Menjadi remaja putri yang memimpin berarti berusaha dengan sadar untuk melakukan Firman Tuhan di dalam kehidupan nyata – tidak ada kompromi. Segala sesuatu yang kita lakukan di dalam dunia hanya akan memuliakan Tuhan atau mempermalukan Tuhan. Tidak ada yang netral.

Apakah kamu takut menjadi berbeda? Seberapa sering kamu ikut-ikutan orang lain sehingga mereka tidak berpikir bahwa kamu aneh atau bukan bagian dari mereka? Apa yang akan terjadi pada dirimu seandainya kamu ada di pesta besar-besaran dan kamu ditantang untuk menyambar segelas bir dan bercumbu dengan dengan pria tampan yang menghampirimu? Di bagian mana kamu merasa harus menyingkir? Bagian besar menjadi seorang Kristen yang memimpin adalah berdiri melawan sesuatu yang kamu tahu itu salah. Kamu tidak perlu ikut-ikutan arus setiap saat.

Menjadi seorang pemimpin, kamu harus menjadi berbeda. Teman-temanmu akan memperhatikanmu dan keputusan-keputusan yang kamu ambil, dan jika kamu membuat sebuah keputusan yang melawan tata social ayng ada dan berdiri atas dasar yang kamu imani, maka yang lainnya akan juga memperhatikan. Jika remaja putrid lainnya mengikuti teladanmu, maka akan terjadi revolusi yang luar biasa pada seluruh generasi kita. Hanya dibutuhkan satu orang untuk melakukan perubahan. Kamu bisa menjadi seorang pemimpin. Apakah kamu mau menjadi berbeda?

Buku ini banyak mengulas tantangan nyata yang dihadapi oleh remaja putrid dan bagaimana membuat keputusan berbeda yang manfaatnya menjadikan mereka benar-benar sebagai ‘garam dan terang dunia’, sebagaimana yang tertulis di dalam Alkitab. Dengan bahasa yang sederhana, data yang akurat, buku karangan Shannon ini akan menantang para remaja untuk menjadi pribadi yang unik, pribadi yang kritis.

Fatty Leg

Buku ini mengisahkan tentang keinginan besar seorang anak perempuan, Olemaun Pokiak, untuk memiliki kemampuan membaca dan menulis karena salah seorang sepupu perempuannya, Rosie. Olemaun hanya ingin dapat membaca sendiri buku kesukaannya , Alice in Wonderland, dan kemudian membacakannya untuk orangtua dan adik-adiknya.

Untuk mengejar keinginannya ini, Olemaun harus meninggalkan keluarga dan tanah kelahirannya dan pergi menempuh pendidikan di sekolah yang dijalankan oleh Gereja. Ia dan ayahnya menempuh perjalanan dari Artik Tinggi ke Aklavik. Gadis Inuit (Eskimo) ini bertemu dengan biarawan dan biarawati yang disebut “orang luar”.

Tidak berapa lama, Olemaun yang berubah nama menjadi Margaret, bertemu dengan seorang biarawati, si Gagak, yang berhidung betet dan berjari-jari kurus seperti cakar.  Raven langsung tidak menyukai gadis kecil yang berkemauan kuat ini. Untuk memperlihatkan ketidaksukaannya, si Gagak ini membagikan stoking abu-abu kepada semua murid kecuali Margaret, yang menerima stoking merah. Segera saja, Margaret menjadi bahan tertawaan di sekolah.


Sekarang Margaret harus menghadapi para penyiksanya. Saya suka sikap Margaret yang mampu untuk mempertahankan identitas dirinya dalam situasi yang sulit dan keinginan kuatnya untuk mendapatkan keterampilan yang lebih baik, walaupun dia seorang anak perempuan dan tinggal di daerah yang terpencil. Buku ini ditulis oleh Margaret sendiri dibantu oleh menantu perempuannya dan satu lagi illustrator yang menjadikan buku ini mudah dibaca dan dinikmati.