Kamis, 14 November 2013

Pergi ke Perpustakaan = Cupu?

Sepertinya sudah gak jamannya lagi anti datang ke perpustakaan. Semua orang sudah sadar bahwa membaca benar-benar menjadi salah satu pilihan rekreasi murah, meriah, bermanfaat. Bagaimana tidak? Kalau kamu ingin jalan-jalan, buka saja salah satu buku-buku perjalanan seperti the Naked Traveller, dijamin deh kamu akan turut terkagum-kagum karena penulisnya pandai bercerita tentang perjalanannya di situ. Kalau belum puas, baca deh sejarah tentang kota-kota yang pengen kamu kunjungi, bagaimana kira-kira karakter, budaya, tradisi, kebiasaan masyarakat yang hidup di situ. Masih belum puas juga, coba deh baca buku Space Travel, jalan-jalannya sudah sampai ke luar angkasa. Haha, memang membaca itu bikin kecanduan, penasaran dan akhirnya otak kita terbiasa dengan membayangkan (visualisasi), suatu proses belajar yang sangat berguna untuk hidup. 

Saya baru-baru ini juga 'tertular' kegemaran membaca buku-buku detektif karangan Agatha Christie. Saya yang membiasakan diri membaca cepat, harus mengurangi kecepatan membaca untuk membayangkan karakter di dalamnya. Kalau kamu pernah baca buku detektif, kamu juga akan mengalami apa yang saya rasakan. Saya menjadi detektifnya dan saya harus mengingat kejadian, bukti, wawancara yang sudah dikumpulkan. Mau tidak mau, saya harus 'ada' di dalam kisah itu. Berdasarkan pengalaman ini, saya jadi belajar tentang sifat manusia dan ambisi-ambisi mereka serta kemungkinan-kemungkinan perilaku yang dilakukan manusia. Menarik, ya? Iya banget! Bukankah itu semua bagian dari pelajaran sosiologi di kelas yang kadang bikin murid tidur? 

Bagi orang-orang yang suka ke perpustakaan, kamu akan tahu apa yang ingin saya sampaikan berikut ini. Perpustakaan tuh sama dengan dapur tempat menyimpan bahan-bahan masakan. Masakan apa? Yah, masakan cerita. Cerita yang baik perlu data yang akurat. Data yang akurat tidak menarik tanpa alur cerita yang teratur, masuk akal, jadi perlu membaca kisah-kisah dari buku-buku laris. Sekarang kan jamannya makanan sehat, cerita yang sehat juga membutuhkan perenungan dalam sehingga memotivasi orang lain untuk hidup benar dengan Tuhan dan sesama. 

Perpustakaan juga seperti bengkel. Kamu sudah punya rencana untuk membuat sebuah mahakarya. Kamu butuh peralatan tertentu. Kamu bisa cari buku-buku tentang eksperimen yang pernah dilakukan orang lain. Kamu bisa kumpulkan data-data yang sudah pernah mereka dapatkan, berdasarkan itu, kamu bisa buat karyamu sendiri. Seperti kata raja besar Salomo, tidak ada yang baru di bawah matahari, penemuan-penemuan baru lahir dari modifikasi-modifikasi penemuan-penemuan orang lain yang terdahulu. Contoh sederhana, peniti lahir dari jarum, yang dipilin-pilin. Menarik, bukan? Menarik banget. 

Perpustakaan juga seperti ruang bedah praktek dokter, sanggar seni peran, sekolah pengusaha, kuliner dan daftar masih bisa bertambah panjang. Kalau boleh meminjam kutipan terkenal the sky is the limit, saya juga mau bikin kutipan mirip the book is the limit. Batas daya kreasimu tergantung banyaknya buku yang kamu baca. Jadi, pergi ke perpustakaan itu bikin kamu cupu, mungkin kamu harus beli kaca baru. Kaca itu akan bilang, "tidak pergi ke perpustakaan akan bikin kamu cupu."

Author of The Month: Judy Blume


November ini Library kami memilih Judy Blume sebagai Author of The Month. Judy Blume adalah seorang penulis Amerika Serikat yang produktif menerbitkan cerita untuk anak dan remaja. Kelebihan Judy Blume adalah kepiawaiannya merangkai cerita menjadi sangat hidup dan natural. Dalam buku anak yang ditulisnya, Judy seolah bicara seperti anak-anak. Dalam buku remaja juga demikian, dia bertutur dengan cara remaja. Ketika anak-anak atau remaja membaca buku-buku Judy, mereka tidak merasa seperti digurui tapi tetap bisa mendapat sebuah pesan. Bahkan ketika kita yang dewasa membacanya, kita seolah dibawa kembali ke masa anak-anak dan remaja kita.

Ide cerita yang dipilih Judy dalam cerita-ceritanya sebenarnya tidak luar biasa. Saya lebih mengakui keunggulan Cate DiCamillo atau Roald Dahl untuk hal ini. Tapi Judy Blume punya kekuatan bercerita yang luar biasa. Dari peristiwa biasa sehari-hari yang dialami seorang anak ditengah keluarga, Judy mampu membuatnya menjadi sangat menarik. Saya rasa itu karena Judy memandang hidup dengan cara yang indah dan unik.

Judul pertama dari buku Judy yang saya baca adalah "Tales of Fourth Grade Nothing". Buku ini bercerita tentang kehidupan yang dijalani Peter Hatchet yang memiliki seorang adik yang luar biasa unik, Fudge. Membaca ceritanya saya seolah bisa merasakan apa yang dialami Peter. Selain itu Judy juga berhasil menangkap momen-momen dalam sebuah keluarga yang dikemas dalam cerita yang sedemikan menarik sehingga pembaca seperti masuk benar dalam keluarga yang diceritakan. Judy juga piawai menonjolkan karakter baik melalui dialog maupun kejadian-kejadian dalam cerita.

Buku terakhir Judy yang saya baca-sampai saat ini ya-berjudul "Starring Sally J.Freedman as Herself". Buku ini seperti memoir Judy. Di buku ini Judy menceritakan tentang Sally yang merupakan proyeksi dari masa kecilnya. Beberapa peristiwa dalam cerita juga adalah kejadian yang dialami Judy dalam hidupnya. Dari cerita di buku ini saya jadi tahu bagaimana Judy bisa menjadi penulis yang ulung. Seperti Sally, sejak kecil memang Judy senang membuat cerita dalam kepalanya. Peristiwa yang terjadi dalam kesehariannya bisa menjadi sebuah cerita baru dikepalanya. Tentu dengan tokoh dan setting serta tema tambahan.

Dan...untuk melengkapi kegiatan Author of The Month bulan ini, Library juga mengadakan Quiz Author of the Month. Terlihat keseruan anak-anak mengikuti kuisnya. Semoga anak-anak terinspirasi dan akan menjadi penulis suatu hari nanti. Dan ketika itu terjadi, semoga saya masih menjadi librarian dan masih bisa membuat Quiz tentang mereka.


(witty2013)

Selasa, 12 November 2013

Perpustakaan dan Teknologi

Beberapa waktu lalu, saya dan rekan diundang menjadi pembicara dalam acara Professional Development bagi para pengajar di sekolah kami. Kami diminta untuk membagikan hasil pelatihan perpustakaan yang pernah kami ikuti. Kami memilihkan tema Perpustakaan dan Teknologi, sesuai dengan kondisi user perpustakaan yang sebagian besar pengguna teknologi canggih. 

Pembahasan tersebut dimulai dengan pembacaan hasil survei kecil-kecilan yang sudah dikerjakan minggu lalu mengenai kepuasan user terhadap perpustakaan. Ada 10 penentu yang kami gunakan untuk menilai layanan perpustakaan:
  1. Access: apakah cepat temu kembali materi perpustakaan?
  2. Communication: lancarkah komunikasi antara para pustakawan dan user dalam memperoleh informasi?
  3. Competence: apakah para pustakawan memiliki cukup pengetahuan dan keterampilan untuk menyediakan informasi? 
  4. Courtesy: apakah para pustakawan melayani dengan ramah?
  5. Credibility: apakah informasi dari para pustakawan bisa dipercaya, janji penyediaan informasi selalu ditepati?
  6. Reliability: apakah informasi yang tersedia akurat, dapat diandalkan?
  7. Responsiveness: apakah para pustakawan sigap dalam menyediakan informasi?
  8. Security: apakah keamanan terjaga di dalam perpustakaan? 
  9. Understanding the customer: apakah para pustakawan peduli dengan kebutuhan user?
  10. Tangibles: apakah layanan fisik seperti fasilitas, peralatan dan sumber-sumber lain sudah memadai?
Tingkat kepuasan diukur dari skala 1 (sangat tidak puas) hingga 5 (sangat puas) dengan angka 3 (netral). Jika user memberi nilai 3 atau kurang, kami meminta mereka untuk memberikan saran agar bisa diadakan perbaikan. 

Pembahasan tentang teknologi semakin seru saat kami membahas tentang teknologi apa saja yang sudah kami miliki dan perlu untuk dimiliki. Bagi peserta yang muda, mereka sangat antusias dengan materi ini sementara peserta yang lebih senior menyampaikan keluhan dengan penggunaan teknologi. Kami menekankan di sini bahwa yang terpenting bukanlah teknologinya melainkan pengajarannya. Teknologi hanya salah satu kendaraan bagi kegiatan belajar mengajar yang lebih efektif. 

Teknologi menjadi kendaraan yang baik karena siswa di sini sudah terbiasa bergaul dengan teknologi. Jika pengajaran di kelas disampaikan dengan cara-cara yang lama, kebosanan menjadi penghalang besar bagi siswa. Reformasi di segala bidang membuat siswa sekarang perlu 'diyakinkan' bahwa pelajaran yang mereka dapatkan di ruang kelas relevan dengan kondisi sosial di sekitar mereka. Teknologi dapat menghadirkan kondisi sosial ke dalam kelas dalam bentuk audio visual.

Tidak dipungkiri, pikiran siswa dipenuhi dengan hiburan yang mudah diperoleh lewat internet. Bukan hanya siswa, orang dewasa pun seringkali menganggap internet sebagai sarana hiburan. Di sinilah tugas guru yang tentunya lebih dahulu melek teknologi untuk mengarahkan siswa menggunakan internet untuk keperluan riset dan pembelajaran. Guru perlu menyediakan situs-situs tertentu yang perlu dikunjungi siswa untuk mendapatkan informasi yang sudah melewati uji sebagai berikut: 
  1. Authority: apakah situs tersebut berasal dari institusi atau lembaga yang bisa dipercaya?
  2. Accuracy: seberapa tepat informasi yang ada dalam situs tersebut?
  3. Coverage: apakah situs itu menjangkau sebagian besar bahan penelitian?
  4. Relevance: apakah situs tersebut memuat tulisan yang ada hubungannya dengan bahan penelitian?
  5. Currency: apakah situs tersebut menampilkan tulisan yang selalu bertambah?
Teknologi seharusnya memudahkan pekerjaan manusia. Demikian juga teknologi di dalam perpustakaan, jika digunakan dengan benar, tentunya akan meringankan beban kerja guru di dalam kelas. Perpustakaan dan teknologi serta para pustakawan dan guru yang bekerja sama baik akan menciptakan sekolah yang lebih dinamis dalam hal pengajaran. Seperti dua mata pisau, teknologi yang tidak digunakan dengan benar akan menimbulkan dampak merusak.