Senin, 24 Oktober 2011

Prihatin dengan Nasib Sastra Klasik Indonesia

Beberapa hari lagi, sekolah kami akan mengadakan bulan bahasa. Acara ini diadakan untuk menyambut hari Sumpah Pemuda. Saya bangga dengan hal ini karena walaupun sekolah kami menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar, namun tetap mengingat momen bersejarah ini. Sekolah kami memutuskan untuk memberikan penghargaan berupa buku-buku sastra klasik Indonesia bagi para pemenang lomba dalam acara ini.

Ketika kami bermaksud membeli buku-buku tersebut di salah satu toko buku besar di Jakarta, kami tidak dapat menemukannya. Salah satu pegawai pemasarannya menyarankan kami menghubungi Balai Pustaka (BP) yang sudah pasti menyediakan buku-buku tersebut. Saya melakukan pencarian lewat internet dan ternyata toko buku yang pernah beroperasi di dekat Terminal Senen itu sudah tutup. Pemesanan buku hanya dapat dilakukan melalui belanja lewat internet. "Tidak apalah, mungkin si pemilik tidak mau menghabiskan dana lebih untuk pemeliharaan gedung, lagipula peminat bacaan buku-buku sastra klasik sangat terbatas," pikir saya.

Lalu, saya membuka bagian katalog buku. Daftar buku yang ditampilkan tidak seperti yang saya harapkan karena tidak lengkap. Pernah satu kali kami memesan satu paket sastra klasik yang mewah tampilannya dan harganya juga lumayan tinggi, lebih dari 2 juta rupiah untuk 16 buku. Sedangkan yang kami inginkan adalah buku-buku sastra dengan sampul biasa yang pernah diproduksi BP. Perpustakaan kami sudah mengkoleksi hampir semua judul sastra klasik Indonesia. Kami pikir pasti akan lebih mudah membeli buku yang sama di toko buku yang sama. Ternyata perkiraan kami salah. Karena keterbatasan waktu, akhirnya kami membeli buku-buku novel Indonesia masa kini.

"Mengapa begitu sulit mencari buku-buku sastra bangsa sendiri?", "Sudah tidak cintakah bangsa ini terhadap warisan sastra-nya?", "Mengapa kita tidak meniru bangsa lain yang mencetak ulang sastra klasiknya dengan kemasan yang lebih menarik dan terjangkau? atau dalam bentuk film?" Saya tidak mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini. Saya akhirnya mengerti mengapa generasi sekarang ini tidak peduli dengan bangsanya sendiri. Karena tidak tahu. Benarlah peribahasa yang mengatakan tak kenal maka tak sayang.

Untuk saat ini, saya hanya bisa prihatin.

Ketahuan

Suatu hari seorang anak lelaki berusia 9 tahun berjalan melintasi kaca depan perpustakaan kami. Ketika saya melihatnya, dia hanya tersenyum dan melambaikan tangan tanda berpisah. Dia kemudian membalikkan badannya namun tidak beranjak. Beberapa menit kemudian, saya masih mendapati si anak memperhatikan lewat jendela kaca apa yang terjadi di dalam perpustakaan. Kali itu dia tidak melihat saya. Saya teruskan pekerjaan saya menyampul buku.

Suara telepon yang berdering membuat saya berdiri dari kursi dan menuju ke meja tempat telepon diletakkan, suara dari seberang mengatakan ingin berbicara dengan rekan kerja saya yang berada di ruang sebelah. Segera saya letakkan gagang telepon, membuka pintu kaca tempat rekan saya bekerja dan mengatakan padanya bahwa seseorang menelepon.

Saya kembali ke meja tempat penyampulan buku di tengah rak buku fiksi dan non fiksi.  Kemudian saya melihat pintu perpustakaan kami terbuka namun sampai beberapa detik kemudian tidak ada seorangpun masuk. Lalu saya mendengar bunyi barang yang dijatuhkan..'gedebug'.. Saya tahu benar itu suara buku yang dimasukkan ke dalam book drop. Tidak tampak ada orang tapi ada suara buku dikembalikan melalui bookdrop membuat saya curiga. Segera saya berdiri dan berjalan pelam menghampiri bookdrop. Saya curiga anak yang sedari tadi melambai di balik jendela pasti telah mengendap-endap dan memasukkan buku lewat bookdrop. 

Dari balik pintu yang sedikit terbuka saya masih bisa melihat anak yang melambaikan tangan pada saya. Tapi kali itu dia tidak sedang melambai melainkan sedang memandang ke sudut bawah pintu yang sedikit terbuka. Menyadari bahwa saya sedang melihatnya, si anak dengan terkaget melambaikan tangannya dan tersenyum kecut. Ketika saya lihat didepan bookdrop, ternyata ada anak lain yang sedang jongkok dan sembunyi-sembunyi memasukkan buku ke dalam bookdrop

Rupanya si anak yang diam-diam masuk itu menyadari bahwa dia sudah tertangkap basah. Dia langsung berdiri dan diam. Saya bertanya padanya apa yang sedang dia lakukan. Lalu dia menjawab bahwa dia sedang mengembalikan buku. Saya tanya lagi kenapa pakai sembunyi-sembunyi, dia menjawab karena buku itu dia pinjam pakai kartu teman dan dia sudah terlambat mengembalikan. Kalau dia kembalikan diam-diam pasti tidak akan ketahuan.

Dengan sedih bercampur geli, saya katakan padanya bahwa buku yang terlambat kembali pasti ketahuan. Dan teman yang mungkin lupa siapa yang meminjam dengan kartunya pasti akan mendapat surat peringatan denda. Dan kalaupun akhirnya teman itu tetap tidak ingat sehingga kamu tidak harus menanggung kesalahan yang kamu buat, masih ada yang tahu!
.................
Hari itu rasanya surga begitu dekat kurasa.... ;p

Minggu, 23 Oktober 2011

Membaca untuk Sukses

Fungsi pustakawan sebagai 'penjaga buku' rasanya sudah tidak jamannya lagi. Pustakawan malah sekarang diberikan sebutan baru, "pekerja informasi". Bagus bukan? Pemberian sebutan baru ini mengandung harapan yang baru juga di dalam 'desc job' dari seorang pustakawan. Jadi, seorang pustakawan diharapkan melek informasi sehingga dapat memberikan arahan terhadap pengguna perpustakaan yang sedang mengadakan penelitian ataupun sekadar mencari kesenangan dari membaca.

Ketika jaman semakin dipengaruhi kuat oleh teknologi seperti internet, informasi yang didapat dari buku-buku seperti kehilangan daya tarik. Para pelajar cenderung melakukan pencarian lewat internet ketika mereka mendapatkan tugas dari guru. Hal ini menyebabkan buku-buku yang tersusun rapi di rak-rak perpustakaan tidak dipergunakan secara maksimal.

Kalau mau dibandingkan antara keabsahan informasi dari buku dan internet, tentunya buku juaranya. Seorang penulis buku harus melakukan penelitian di sana sini dan memberikan catatan bibliografi. Setelah itu, si penulis menyerahkan buku tersebut untuk di-proof reading dan diedit. Belum lagi, buku tersebut harus bersaing dengan buku-buku lain di meja penerbit. Tentunya, seorang penulis buku memikirkan tema dan cara penulisan yang menarik sehingga buku tersebut laku di pasaran.

Sehingga, rasanya tidaklah berlebihan jika pustakawan juga mengambil waktu untuk melakukan usaha ekstra untuk mengusahakan ketertarikan para pengguna untuk memperoleh informasi dari buku. Pustakawan dapat mengusahakan hal-hal sebagai berikut :
1. Dekorasi perpustakaan perlu diubah secara berkala dengan menampilkan biografi penulis terkenal (author of the month), mempromosikan buku-buku baru, memperingati hari-hari besar nasional sehingga para pengguna tidak merasa bosan di dalam perpustakaan dan mereka juga selalu mendapatkan informasi terbaru di sekitar mereka tanpa mereka sadari.
2. Pemberian penghargaan bagi pengguna yang paling aktif dalam menggunakan buku. Bentuk penghargaan ini bisa berupa pemberian souvenir kecil seperti pembatas buku atau stiker yang berisi himbauan membaca. Cara lain, nama pengguna tersebut dipublikasikan sebagai pengguna perpustakaan terbaik bulan ini (user of the month).
3. Pembentukan kelompok pecinta perpustakaan (library lover) bagi mereka yang tertarik membantu pekerjaan sederhana di perpustakaan. Seiring dengan perkembangan usia pengguna, terutama di lingkungan sekolah, pekerjaan yang dapat dilakukan bisa dibuat meluas, seperti misalnya membuat poster-poster larangan berplagiat, kampanye membaca, dll.
4. Pengadaan kegiatan bookweek sehingga pengguna dapat mengetahui lebih dalam sebuah genre atau tema buku yang diangkat dan dengan demikian merangsang ketertarikan pada buku. Format acaranya dapat disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan para pengguna.
5. Mengadakan semacam sayembara menulis, bisa berupa resensi buku ataupun komentar terbaik mengenai sebuah buku sehingga para pengguna membaca buku dengan lebih antusias.
Semua hal yang di atas tidak dapat dikerjakan tanpa kerjasama yang baik dari sebuah tim pustakawan yang antusias memajukan gerakan membaca demi kesuksesan. Tentu saja, masing-masing anggota tim tersebut juga mencintai kegiatan membaca, bukan?