Sudah 3 hari ini hampir sepertiga penduduk sekolah sedang melakukan kegiatan di luar sekolah. Hal ini berpengaruh besar pada kuantitas pengunjung perpustakaan yang juga berkurang. Saya sebagai pustakawan,
manyun. Seperti penjaga toko yang dagangannya kurang laris.
Tak berapa lama, datanglah dua orang remaja yang bermaksud untuk melakukan penelitian lewat dunia maya. Peraturan penggunaan yang diberlakukan adalah sebagai berikut : mengisi buku hadir, menyerahkan kartu identitas, barulah menyalakan komputer. Namun tidak satupun dari pengunjung itu yang membawa kartu identitas. Salah satu dari mereka berupaya melakukan 'tawar-menawar' dengan saya sehubungan dengan peraturan ini, namun berakhir dengan kekalahan dari pihak mereka, tentunya :D
Saya, sebagai pemenang :D, di sisi lain tidak merasa bahagia ketika melihat mereka dengan wajah
bad mood keluar dari perpustakaan. 'Dagangan' saya tidak jadi laku.
Berbagai tuduhan menghinggapi hati dan pikiran saya.
Tidak fleksibel, tidak mengakomodasi kebutuhan pengunjung -- demikianlah kira-kira isi tuduhannya. Saya berusaha berdamai dengan tuduhan itu dengan mengacu kembali kepada peraturan yang ditetapkan dari sekolah.
Karena berbenturan dengan popularitas, peraturan menjadi berat untuk diterapkan. Melonggarkan peraturan tentunya bisa menjadi preseden yang buruk terhadap konsistensi bahkan mempertanyakan keberadaannya. Menerapkan peraturan secara konsisten berarti memberi peluang untuk tidak diminati. Seperti makan buah simalakama.
Sekarang, mana yang mau dipilih?
Peraturan atau Popularitas?